Categories
  • Agenda
  • Artikel
  • Cerita Kampung
  • Event
  • Kabar
  • Program
  • Catatan peristiwa Laman Kampung

    Jul 26 202522 Dilihat

    aya sering merenung, di tengah riuh rendahnya dunia digital yang katanya serba cepat ini. Ada satu kata yang sekarang ini seperti jimat sakti, dielu-elukan di mana-mana: “KREATIF”. Kata ini di-endorse habis-habisan, seolah-olah menjadi jawaban untuk semua masalah. Tapi entah kenapa, hati saya justru merasa perlu sangat berhati-hati dengan kata ini.

    Kenapa? Karena kita sering lupa, kemajuan teknologi informasi yang pesat ini bukan cuma melahirkan alat-alat canggih. Ia juga melesatkan kecerdasan dan kemampuan improvisasi masyarakat kita ke level yang tidak terduga. Ide-ide liar bisa menyebar dalam hitungan detik, diadopsi, dimodifikasi, dan menjadi fenomena massal sebelum kita sempat berpikir jernih.

    Di sinilah letak persoalannya. Ketika kita latah mengelu-elukan setiap hal yang “baru” dan “viral” sebagai sebuah kreativitas, kita bisa salah kasih treatment. Dan kalau sudah keliru treatment, hasilnya bisa jadi blunder yang merugikan banyak orang.
    Contoh paling nyata dan paling dekat dengan telinga kita? Fenomena “Sound Horec”.

    Kalau kita lihat dari kacamata kuda, hanya dengan parameter Ekonomi, wah, ini adalah sebuah keberhasilan primer. Sewa sound system laku keras, parade karnaval jadi meriah, uang berputar. “Kreatif!” kata mereka. “Anak muda bisa cari duit!” seru yang lain. Tapi, tunggu dulu. Apakah sesederhana itu?
    Mereka lupa, di balik dentuman bass yang memekakkan telinga dan gemerlap lampu sorot yang menyilaukan, ada banyak sekali aspek yang sengaja atau tidak sengaja kita abaikan: kesehatan, keamanan, perilaku, dan etika.

    Melihat semua ini, saya tidak bisa diam saja. Saya tidak mau hanya jadi pengkritik di warung kopi. Kegelisahan inilah yang mendorong saya untuk bergerak, justru di lingkungan terdekat saya, di kampung yang saya huni setiap hari.
    Sampai detik ini, saya mencoba menemani kampung saya dengan cara yang berbeda. Saya tidak anti dengan kreativitas, sama sekali tidak. Saya hanya ingin kreativitas itu tumbuh dari akar yang benar.

    Maka, kami mulai membangun sebuah ruang. Kami menyebutnya “Laman Kampung”. Laman, atau halaman, adalah tempat kita bermain, berinteraksi, dan bertumbuh. Kami ingin Laman Kampung ini menjadi hub dari ekosistem ekspresi publik, sebuah pusat di mana semua energi warga bisa tersalurkan dengan baik.

    Tujuannya? Bukan semata-mata mengejar impact kapital atau berapa banyak uang yang bisa dihasilkan. Itu bonus, bukan tujuan utama. Fokus kami lebih dalam dari itu. Kami ingin:

    1.⁠ ⁠Mengapresiasi Laman Kampung menjadi Laman Ilmu Pengetahuan. Halaman depan rumah, balai RW, atau lapangan kecil yang tadinya hanya untuk parkir, kini kami sulap menjadi tempat anak-anak belajar, ibu-ibu berbagi resep, atau para bapak berdiskusi. Pengetahuan tidak harus dicari di gedung megah, ia bisa tumbuh di pekarangan sendiri.

    2.⁠ ⁠Menjadi tempat pembumian dari lelaku budaya lokal. Kami sadar, budaya itu bukan barang pajangan. Budaya itu lelaku, sebuah tindakan. Jadi, kami hidupkan kembali permainan tradisional, kami adakan lokakarya, kami undang sesepuh untuk bercerita. Kreativitas di sini berarti menemukan cara baru agar warisan lama tetap relevan dan dicintai.

    3.⁠ ⁠Menciptakan pembelajaran yang produktif untuk generasi kampung. Nah, ini bagian yang paling nyata. Kami tidak lagi hanya bicara teori. Anak-anak muda kami ajak untuk terlibat langsung, belajar bagaimana mengelola sebuah ritme dari helatan besar yang kami sebut dengan istilah sakral: “HARI RAYA KEBUDAYAAN KAMPUNG”.

    Tahun ini, kebanggaan kami, Kampung Cempluk Festival, akan memasuki tahun ke-15. Sebuah perjalanan panjang yang akan kami rayakan lagi pada bulan September minggu ketiga nanti. Ini bukan sekadar acara satu malam yang hingar bingar lalu selesai. Ini adalah sebuah laku kebudayaan yang berkelanjutan. Di sinilah anak-anak muda itu belajar hal yang tidak ada di buku pelajaran. Mereka tidak hanya belajar membuat proposal atau memasang panggung. Mereka belajar seni negosiasi dengan warga yang rumahnya terpakai untuk acara, mereka belajar mengatur alur ribuan pengunjung agar tetap nyaman, mereka belajar merawat semangat gotong royong agar tidak luntur dari tahun ke tahun. Yang terpenting, mereka belajar menjaga ‘jiwa’ dari festival itu sendiri agar tidak tergoda menjadi sekadar panggung komersial yang mengabaikan nilai. Kreativitas mereka terasah dalam menyelesaikan masalah nyata, dalam menjaga harmoni, bukan dalam menciptakan kebisingan untuk adu gengsi.

    Pada akhirnya, ini adalah pilihan. Apakah kita mau membiarkan “kreativitas” menjadi monster liar yang berdentum tanpa arah seperti “Sound Horeg”, atau kita mau menuntunnya menjadi energi baik yang punya ritme, punya jiwa, dan menumbuhkan kehidupan bersama seperti “Hari Raya Kebudayaan Kampung” kami.

    Saya, bersama warga, sudah memilih. Karena bagi kami, kreativitas sejati bukanlah yang paling kencang suaranya, tapi yang paling dalam akarnya, paling panjang napasnya, dan paling rindang manfaatnya bagi semua. Dan perjalanan itu, alhamdulillah, sudah berjalan 15 tahun di laman kampung saya sendiri.

    dari pawon cempluk. dusun sumberjo (kampung cempluk) desa Kalisongo Dau Kab.Malang
    17 Juli 2025

    Redy

    Video: Catatan peristiwa Laman Kampung

    Share to

    Related News

    15 Tahun dan Api Itu Masih Menyala, Kok ...

    by Oct 10 2025

    Coba, deh, lihat foto ini baik-baik. Ada puluhan anak muda, semua pakai kaus kuning, berpose riuh di...

    Suara Organik dari Gang Sempit: Kisah Ka...

    by Jul 26 2025

    Ada sebuah lanskap bebunyian yang kini begitu akrab saat melintasi jalan-jalan di antara desa-desa d...

    Panggung Politik Sebesar Speaker 18 Inch...

    by Jul 26 2025

    Gini, lho. Pernah nggak sih, pas lagi riding santai lewat jalanan antar desa, tiba-tiba mata kita ...

    GUNTUR DESA (Sebuah Cerita Fiksi)

    by Jul 26 2025

    Di sebuah sudut Negara Konoha, tersembunyi Kabupaten M, dan di dalamnya, ada sebuah desa bernama Suk...

    No comments yet.

    Sorry, the comment form is disabled for this page/article.
    back to top